DJABARPOS.COM, Bandung – Ada lima Sertifikat Tanah yang Perlu Diketahui oleh masyarakat dan sangat penting untuk mengetahui jenis jenis sertifikat tanah di Indonesia. Selain menambah wawasan juga bisa melindungi diri kita ketika kita akan melakukan Jual beli tanah.
Perlu diketahui, ada beberapa macam surat tanah berdasarkan fungsi dan kegunaannya. Nah, agar tak keliru mari kita simak satu per satu penjelasannya.
Jenis-Jenis Sertifikat Tanah dan Bangunan yang Sah di Indonesia
1. Sertifikat Hak Milik (SHM)
SHM tanah merupakan singkatan dari Sertifikat Hak Milik. Pemegang surat SHM artinya punya kekuasaaan penuh atas tanah atau lahan miliknya sendiri.
Seperti diketahui surat tanah SHM adalah sertifikat dengan kedudukan tertinggi dan terkuat di mata hukum. Dokumen ini menunjukkan bukti kepemilikan yang sah & valid.
Pemilik sertifikat hak milik tanah dan bangunan ini punya hak penuh untuk mengelola, serta memanfaatkan tanah sesuai yang diinginkannya.
Jika sewaktu-waktu terjadi sengketa, maka pemilik sertifikat rumah dan tanah inilah yang paling berhak. Tak ada pihak lain yang dapat menganggu-gugat.
2. Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU)
Hak Guna Usaha (HGU) adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh negara. Maka dapat dipastikan status tanah tersebut adalah milik negara.
Berdasarkan peraturan pemerintah, luas minimum kepemilikan HGU adalah 5 hektare dengan jangka waktu penguasaan lahan paling lama 35 tahun.
Bila jangka waktu habis, HGU boleh diperpanjang hingga 25 tahun (selama negara setuju). Proses ini perlu dilakukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhir. Jika luas tanah melebihi 25 hektare, maka dibutuhkan mekanisme khusus untuk mendapatkan hak gunanya.
3. Sertifikat Hak Pakai
Sertifikat Hak Pakai (SHP) merupakan bukti legalitas yang memungkinkan pemanfaatan properti sesuai dengan karakteristik hak pakainya. Objeknya antara lain:
Tanah negara, Tanah hak pengelolaan atau Tanah hak milik.
Penerbitan SHP dilakukan melalui keputusan menteri atau pejabat berwenang. Sertifikat ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas maupun lembaga. Hak pakai diberikan selama jangka waktu tertentu dan tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur pemerasan.
SHP memiliki masa berlaku tertentu dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan antara pemilik tanah dan pemegang SHP.
Sistemnya memang mirip sewa-menyewa tetapi tetapi kategori sertifikat ini nyatanya berbeda. Ada pun hak-hak yang diberikan kepada pengelola, yaitu sebagai berikut.
Mengembangkan tanah., Membangun atau mengembangkan properti. dan Mengolah tanah untuk mendapatkan hasil produksi.
4. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) merupakan instrumen penting dalam dunia properti. Memberikan hak kepada pemegangnya untuk memanfaatkan tanah negara.
Namun, berbeda dengan hak pakai dan gak guna, HGB dapat ditingkatkan menjadi SHM. Dokumen ini menawarkan peluang dan manfaat bagi individu dan investor.
Pemegang HGB berhak membangun struktur permanen di atas tanah, membuka peluang untuk hunian, komersial, dan industri.
Jangka waktu HGB umumnya berlaku selama 30 tahun (boleh diperpanjang sampai 20 tahun), sehingga memberikan kepastian dan stabilitas bagi pemegangnya.
Berbeda dengan SHM, SHGB dapat dimiliki oleh Warga Negara Asing (WNA), membuka peluang investasi properti bagi pihak luar negeri.
Pada umumnya, lahan dengan status HGB banyak dimanfaatkan oleh developer untuk membangun apartemen atau perumahan. Jarang individu yang membeli tanah HGB.
5. Sertifikat Tanah Berbentuk Girik
Girik adalah bukti pembayaran pajak atas lahan, bukan sertifikat tanah. Namun, dapat digunakan untuk menunjukkan penguasaan individu terhadap sebidang tanah.
Lahan berstatus tanah girik umumnya berasal dari hak milik adat yang belum didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Status hukum girik tergolong tidak kuat dibanding surat kepemilikan tanah lain. Proses peningkatan girik menjadi HGB atau SHM membutuhkan dokumen yang lengkap.
Perlu diketahui juga proses peningkatan status tersebut membutuhkan waktu dan biaya.
Jika membeli tanah girik, maka pastikan nama yang tertera pada dokumen girik serupa dengan yang tertera pada Akta Jual Beli (AJB). Hal ini dimaksudkan untuk menghindari konflik yang terjadi di masa depan.