DJABARPOS.COM, Jakarta – Pengendalian gratifikasi di lingkungan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) terus ditingkatkan. Salah satunya dengan memberikan edukasi kepada para pejabat maupun pegawai di Kementerian PANRB untuk mewaspadai tindakan gratifikasi yang melanggar hukum dan berpotensi sanksi pidana.
 
“Gratifikasi dapat mempengaruhi objektivitas dalam memberikan penilaian. Tentu hal ini akan mengakibatkan para pejabat dan pegawai di Kementerian PANRB harus waspada dan mengedepankan integritas sebagai ASN dalam menjalankan tugas,” ujar Sekretaris Kementerian PANRB Rini Widyantini dalam Sosialisasi Pengendalian Gratifikasi, di Jakarta, Jumat (12/08).
 
Rini menjelaskan, Kementerian PANRB perlu mewaspadai gratifikasi, mengingat tugas pokok dan fungsi dari kementerian ini sangat dekat dengan pelayanan kepada stakeholder. Kementerian PANRB juga memiliki instrumen-instrumen penilaian yang mempengaruhi reputasi kinerja dari instansi pusat maupun daerah di Indonesia.
 
Salah satu langkah yang telah dilakukan dan diupayakan untuk mengendalikan gratifikasi di Kementerian PANRB adalah bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui pembentukan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di setiap unit kerja. Hal ini tertera dalam Peraturan Menteri PANRB No. 4/2015 tentang Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian PANRB.
 
Unit ini berperan sebagai tempat menerima laporan indikasi gratifikasi. “Sehingga para pejabat dan pegawai yang menerima pemberian dari stakeholder yang terindikasi sebagai gratifikasi dapat langsung melaporkannya kepada UPG tersebut, dan laporan tersebut akan langsung terhubung dengan KPK,” imbuhnya.
 
Sosialisasi ini menghadirkan Direktur Gratifikasi dan Pelayanaan Publik KPK Herda Helmijaya. Dalam paparannya ia menjelaskan bahwa terdapat trisula dalam upaya pemberantasan korupsi. “Trisula strategi pemberantasan korupsi itu adalah pendekatan pendidikan masyarakat, pendekatan pencegahan, pendekatan pemberantasan atau penegakan hukumnya,” tutur Herda.
 
Herda menekankan bahwa pola hidup konsumtif merupakan perhatian serius dan tantangan bagi ASN, karena gaya hidup tersebut sangat rawan dengan tindakan gratifikasi. Beberapa area rawan korupsi yang harus diwaspadai berdasarkan hasil survei penilaian integritas adalah penyalahgunaan fasilitas kantor, pengadaan barang dan jasa, promosi/mutasi SDM, suap/gratifikasi, dan intervensi.
 
Oleh karena itu, perlu dilakukan pemetaan titik rawan untuk mengetahui rangkaian kegiatan manajemen risiko gratifikasi dalam upaya pengendalian gratifikasi di instansi. Disampaikan Herda, identifikasi dan analisis dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya mengenali kegiatan di instansi yang berpotensi terjadi penerimaan gratifikasi dan memberikan penilaian tingkat kemungkinan terjadinya potensi tersebut. Juga memberikan penilaian terhadap dampak yang ditimbulkan apabila potensi tersebut benar-benar terjadi.
 
Merespons potensi tersebut, instansi pemerintah diharapkan membentuk lingkungan pengendalian guna merespon potensi risiko tersebut. “Dapat dilakukan dengan membentuk lingkungan pengendalian melalui regulasi, implementasi, dan/atau pengawasan yang relevan dengan penyebab munculnya potensi risiko,” pungkasnya. (Arsy)

By Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *