DJABARPOS.COM, Bandung – Profesionalitas kinerja PT. Permodalan Nasional Madani (Persero), yang bergerak dalam bidang jasa pembiayaan dan jasa manajemen untuk memajukan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), dipertanyakan oleh sejumlah kalangan.
Pasalnya, PNM Cimahi, diduga kuat telah melakukan proses lelang terhadap aset nasabahnya an. Hamid/Kakay warga Kelurahan Maleber, Kecamatan Andir, Bandung, yang dianggap terlambat atau gagal bayar angsuran kredit. Ironisnya dalam prosedur lelang tersebut, pihak PT. PNM Cimahi tidak pernah melibatkan langsung nasabahnya dan mengabaikan permohonan Kakay, terkait restrukturisasi atau relaksasi kreditnya.
Pada Juni 2021, Kakay mengajukan permohonan kredit ke PT. PNM melalui ULaMM Cimahi sebesar Rp 150 juta dengan menjaminkan dua sertifikat tanah hak milik nomor 1955 dan 1956/Desa Cihampelas, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat.
Saat itu, lanjut Kakay, dari total pinjaman Rp 150 juta, pihaknya menerima sebesar Rp 125 juta karena ada potongan untuk biaya administrasi dan blokir 2 kali angsuran sebesar Rp 25 juta, paparnya.
Kakay mengaku, pihaknya pernah beberapa kali mengajukan permohonan untuk penangguhan angsuran selama 1 tahun, namun tidak ditanggapi oleh pihak PNM Cimahi.
“Permohonan yang saya ajukan itu belum pernah mendapat tanggapan dari pihak PNM Cimahi. Tiba-tiba tanpa sepengetahuannya, pada awal Agustus 2021 aset lahan dan bangunan miliknya sudah dikuasai dan berganti nama ke orang lain dengan cara proses lelang dua yang diselenggarakan oleh pihak swasta dengan pejabat lelang nonaktif bukan oleh balai lelang negara”, katanya seraya menambahkan, bahwa pihaknya juga tidak mengetahui berapa jumlah kekurangan ataupun kelebihan dari transaksi itu.
Kakay sudah melakukan pemblokiran terhadap Buku Tanah Hak Milik nomor 1955 dan 1956/Desa Cihampelas, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, pada Agustus 2022.
Saat ini Kakay berharap keadilan dan meminta kepada Pemerintah dan OJK untuk membantu penyelesaian masalah yang dialaminya. Terlebih atas perubahan status sertifikat lahan dan bangunannya, yang telah menganggu ketentraman hidupnya karena merasa haknya telah dirampas secara paksa.
Menanggapi persoalan yang dihadapi Kakay, Ketua Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI) Jabar, Deni Darmawan S.H., M.H, saat ditemui di kantornya, di Bandung, Rabu (24/11/2022) mengaku prihatin atas kinerja PNM Cimahi dan mendesak Kementrian BUMN untuk segera melakukan audit internal terhadap PT. PNM Cimahi.
Deni meyakini permasalahan itu tidak hanya menimpa kepada Kakay, tapi ada nasabah lain yang menjadi korban.
PT. PNM Cimahi sudah mengabaikan surat edaran OJK, POJK No. 11/POJK.03/2020. Dimana relaksasi diperpanjang sampai 2022 serta tidak
membantu nasabahnya yang terkena dampak pandemi COVID-19 dengan memberi relaksasi dalam hal pembayaran angsuran.
Seperti diketahui, program relaksasi kredit ditujukan untuk memberikan keringanan likuiditas dan membantu nasabah mengatasi kesulitan keuangan mereka akibat dampak Covid-19.
Pandemi ini, kata Deni, telah menyebabkan penurunan pendapatan masyarakat maupun ekonomi global. Termasuk perusahaan kecil dan menengah, yang menghadapi kesulitan seperti gangguan operasional bisnis yang meliputi penangguhan pokok pinjaman dan/atau pembayaran bunga dan perpanjangan jangka waktu pinjaman.
Keringanan seperti itu, lanjut Deni, jelas turut membantu Pemerintah dalam mempertahankan ekonomi, industri dan bisnis untuk memastikan pemulihan ekonomi nasional.
Menyinggung soal pelelangan yang dilakukan, menurut Deni, hal itu tidak sewajarnya dilakukan di tengah masyarakat terdampak Covid-19 terlebih para usaha kecil menengah, pungkasnya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perbankan tidak mengejar nasabah dalam menagih kredit. OJK pun membuat kebijakan untuk mempermudah masyarakat terdampak pandemi Covid-19.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan telah memberi ruang gerak bagi sektor riil. Seperti program restrukturisasi perbankan, perusahaan pembiayaan dan LKM, relaksasi penilaian kualitas kredit atau pembiayaan atau penyediaan dana lain hanya berdasarkan satu pilar sampai dengan Rp10 miliar.
“Dari OJK kami telah mengeluarkan berbagai kebijakan di antaranya bagaimana para nasabah tidak dikejar-kejar oleh bank tidak dikategorikan macet dan perbankan tidak perlu membuat pencadangan yang cukup besar, sehingga kita keluarkan POJK restrukturisasi yang disebut POJK 11”, ujar Wimboh dalam diskusi virtual, Jakarta, Minggu (27/9/2020).
Adapun jenis restrukturisasi (keringanan) yang dapat kami tawarkan antara lain sebagai berikut: perpanjangan jangka waktu, penundaan sebagian pembayaran; dan/atau pemberian masa tenggang (grace period) untuk pembayaran utang pokok atau bunga.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT PNM (Persero) ULaMM Cimahi belum berhasil dikonfirmasi dengan alasan pimpinan sedang sibuk mendampingi tamu dari kementrian.(**)