DJABARPOS.COM, Jakarta – Proyek kereta cepat Jakarta – Bandung dibebani biaya jumbo, hingga pihak China meminta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia sebagai jaminan utang. Besarnya biaya kereta cepat karena biaya bunga yang cukup tinggi.

Pada November 2022, saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet menjabarkan komponen apa saja yang membuat proyek kereta cepat menjadi overrun atau membengkak dari perkiraan.

Pertama, pembebasan lahan. Pada kendala pertama ini, initial budget sudah disusun pada tahun 2015, namun pengadaan lahan baru dimulai tahun 2016 sampai dengan 2021. Sehingga ada eskalasi harga sesuai hasil KJPP (kantor jasa penilai publik).

“Jadi perkiraan untuk lahan yang kita bebaskan itu dihitung berdasarkan FS (feasibility study) di tahun 2015, sementara karena ada beberapa kendala pelaksanaan pembebasan lahan baru dimulai tahun 2016-2021 sehingga asumsi-asumsi yang ada di awal itu akhirnya bergerak berubah,” ujar Dwiyana yang dikutip pada Jumat (14/4).

Kedua, pandemi Covid-19. Pada masa tersebut, membuat progres konstruksi menjadi lambat sehingga meningkatkan biaya proyek.

Ketiga, kendala geologis menyebabkan penyelesaian tunnel 2 di Purwakarta dan pekerjaan sub-grade memerlukan waktu dan biaya tambahan.

Keempat, perubahan desain mencakup akses jalan Halim Kalimalang, akses jalan di kawasan industri THK, akses jalan di stasiun Tegalluar, pembangunan stasiun LRT Halim, area komersial, stasiun Halim, pembangunan Halim Office, penambahan pekerja OM sesuai studi BRA.

Kelima, perpajakan. Perubahan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen. PPN dan PPh atas transaksi pemanfaatan lahan atau hak pakai atas HPL PT PSBI.

Keenam, kendala cash flow dan budgeting karena tertundanya pemenuhan base equity dari pemegang saham, dan pencairan pinjaman mengakibatkan progres konstruksi melambat sehingga mengakibatkan tambahan financing cost. Terdapat kegiatan yang budgetnya belum dianggarkan budgetnya belum mencukupi timbul penalti atas keterlambatan pembayaran.

Kajian BPKP

Overrun lainnya hasil kajian Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yaitu;

  1. Adjustment for change in cost USD401,3 juta atau 27,6 persen
  2. Financing Cost USD373,9 juta atau 25 persen
  3. Dampak Pajak atas Pengadaan lahan USD157 juta atau 10,8 persen
  4. Pengadaan Lahan dan kompensasi USD91,9 juta atau 6,3 persen
  5. Relokasi fasos fasum USD87,2 juta atau 6,02% persen
  6. GSM – R Clearance USD77,3 juta atau 5,34% persen
  7. PPN USD50,5 juta atau 3,4 persen
  8. Aksesibilitas Stasiun USD43 juta atau 3 persen
  9. Supply Listrik USD38 juta atau 2,6 persen
  10. Biaya Pegawai dan umum USD30,7 juta atau 2,1 persen
  11. Persiapan operasi dan pemeliharaan USD27,2 juta atau 1,8 persen
  12. Training persiapan operasi dan pemeliharaan USD24,7 atau 1,7 persen
  13. variation order USD22,3 juta atau 1,54 persen
  14. lain lain USD22,3 juta atau 1,54 persen. (Nino/Ade Suhendi)

By Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *