DJABARPOS.COM, Jakarta – Menko Polhukam Mahfud Md mengungkap adanya transaksi di bawah meja di DPR, Mahkamah Agung, bahkan pemerintahan. Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni tidak membantah itu, tapi meminta Mahfud tidak melakukan generalisasi.

“Kita semua tidak bisa langsung menyangkal ini, saya rasa di semua lembaga tinggi pasti ada saja oknum yang melakukan ini, mau MA, DPR, dan tentu saja di pemerintahan. Saya ingin memberi saran saja, siapa pun kita tolong jangan generalisasi,” kata Sahroni, Minggu (11/6/2023).

Sahroni meminta Mahfud Md langsung menyebut saja oknum yang dimaksud. Dia beralasan, hal ini agar anggota DPR yang tidak berbuat demikian tidak mendapatkan cap serupa.

“Kalau mau sebut saja oknum DPR-nya siapa, karena kasihan ratusan anggota lain yang tidak berbuat tapi dicap serupa. Saya yakin dan percaya Pak Mahfud sebagai pemerintah bekerja dengan jujur, maka nggak enak juga kalau ada yang ngomong pemerintah itu kerjanya korupsi terus. Tidak bisa digeneralisasi,” ucapnya.

Bendum DPP Partai NasDem meminta Mahfud langsung to the point menunjuk siapa yang disinggung. Dia menegaskan tidak semua anggota DPR berkelakuan buruk.

“Langsung aja to the point, itu lebih baik agar tidak jadi fitnah ke 580 anggota DPR lainnya. Tidak semua orang brngsk, ada juga yang super-baik, demikian juga semua lembaga tidak semua jelek pasti ada yang super hebat,” ujar dia.

Simak pernyataan Mahfud Md

Pernyataan Mahfud
Sebelumnya, Mahfud Md mengungkapkan, korupsi di Indonesia makin menjadi-jadi. Mahfud pun menyinggung adanya transaksi di bawah meja di DPR, Mahkamah Agung, bahkan pemerintahan.

Hal itu disampaikan Mahfud dalam HUT Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Mahfud mulanya mengatakan bahwa indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia anjlok pada 2022.

“Di tahun 2022, indeks persepsi korupsi kita terjun dari 38 ke 34. Itu membuat kita kaget. Korupsinya makin menjadi-jadi berarti,” kata Mahfud, Minggu (11/6).

Mahfud pun lantas mengundang lembaga-lembaga survei internasional dan nasional untuk mencari tahu penyebab anjloknya indeks persepsi korupsi Indonesia. Disimpulkan, menurut dia, bahwa conflict of interest atau konflik kepentingan menjadi penyebabnya.

Lebih lanjut, Mahfud menuturkan konflik kepentingan itu terjadi di DPR, MA, hingga di birokrat. Konflik kepentingan itu, menurut dia, menyebabkan terjadinya transaksi di balik meja.

“Di DPR terjadi transaksi-transaksi di balik meja, Mahkamah Agung (MA), pengadilan bisa membeli perkara. Di pemerintah, di birokrasi sama,” kata Mahfud.

Mahfud mengatakan temuan tersebut mungkin sulit dilihat oleh mata kepala orang Indonesia. Namun hal tersebut terlihat jelas di mata dunia internasional.

“Di DPR ada conflict of interest. Pekerjaan anggota DPR, tapi punya konsultan hukum. Nanti kalau ada masalah, ‘tolong dibantu ini, itu’. Dibawa ke pengadilan, pengadilannya korupsi lagi. Sampai hakimnya ditangkap, jaksa ditangkap, polisi ditangkap dan seterusnya,” tutur Mahfud.(Arsy/Nino)

By Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *