DJABARPOS.COM, Surabaya – Komisi Yudisial (KY) berperan sebagai pengawas perilaku hakim, tetapi tidak memiliki kewenangan untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Sebagai lembaga yang berfokus pada etika dan integritas hakim, KY hanya dapat memberikan rekomendasi sanksi kepada Mahkamah Agung (MA) jika ada hakim yang terbukti melanggar kode etik.
Kepala Pusat Analisis dan Layanan Informasi KY, Juma’in, menegaskan bahwa dalam kasus majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menangani perkara terdakwa GRT, KY telah merekomendasikan sanksi tegas berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun kepada tiga hakim yang terlibat.
“KY sebenarnya sudah merekomendasikan sanksi tegas berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun kepada tiga hakim PN Surabaya tersebut,” ujar Juma’in dalam keterangan tertulis, Minggu (2/3/2025).
Namun, sebelum sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) digelar oleh KY dan MA, ketiga hakim tersebut lebih dulu terjaring OTT oleh Kejaksaan Agung. Hal ini membuat proses MKH tertunda. Meski begitu, pemeriksaan atas dugaan pelanggaran kode etik tetap berjalan, karena proses hukum dan putusan MKH merupakan dua hal yang berbeda dengan subjek dan objek yang berbeda pula.
“Jika pemeriksaan pelanggaran kode etik berbarengan dengan pemeriksaan tindak pidana, maka pemeriksaan tindak pidana akan didahulukan,” jelas Juma’in.
Dengan kata lain, meskipun KY tidak memiliki kewenangan untuk menangkap hakim yang melakukan pelanggaran hukum, perannya dalam menegakkan etika dan menjatuhkan sanksi tetap berjalan sesuai aturan. KY tetap menjadi garda terdepan dalam menjaga integritas peradilan di Indonesia (Arsy)