DJABARPOS.COM, Jakarta – Organisasi kemasyarakatan (ormas) menjadi sorotan karena sejumlah peristiwa yang melibatkan mereka.
Mulai dari pembakaran mobil polisi di Depok, Jawa Barat, lalu pernyataan Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno yang menyebut adanya ormas yang mengganggu pembangunan pabrik BYD di Subang, Jawa Barat.
Payung hukum terkait ormas sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Di dalamnya mengatur mekanisme pembentukan, kewajiban, larangan, hingga sanksi untuk ormas.
UU Ormas mengatur pula 13 larangan untuk ormas. Jika melanggar, ormas dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis hingga pembubaran.
13 Larangan
Larangan untuk ormas diatur dalam Pasal 59 UU Ormas. Dalam Pasal 59 ayat (1) UU Ormas dijelaskan lima larangan, yakni:
- Menggunakan bendera atau lambang yang sama dengan bendera atau lambang negara Republik Indonesia menjadi bendera atau lambang ormas;
- Menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan;
- Menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang, atau bendera ormas;
- Menggunakan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang;
- Atau menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar ormas lain atau partai politik.
Selanjutnya dalam Pasal 59 ayat (2) UU Ormas, diatur lima larangan lainnya:
- Melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan;
- Melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia;
- Melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- Melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketentraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial;
- Atau melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lalu, Pasal 59 ayat (3) UU Ormas mengatur dua larangan, yakni sebagai berikut:
- Menerima dari atau memberikan kepada pihak mana pun sumbangan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Atau mengumpulkan dana untuk partai politik.
Terakhir dalam Pasal 59 ayat (4), ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.
Pemerintah pusat atau daerah dapat menjatuhkan sanksi administratif kepada ormas yang melanggar Pasal 59 UU Ormas. Salah satunya adalah pembubaran atau pencabutan status hukum ormas.
Selanjutnya berkaitan dengan sanksi administratif terdiri dari empat hal yang diatur dalam Pasal 61 UU Ormas, yakni:
- Peringatan tertulis;
- Penghentian bantuan dan/atau hibah;
- Penghentian sementara kegiatan;
- dan/atau pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.
Revisi UU Ormas
Pemerintah membuka peluang untuk merevisi UU Ormas setelah sejumlah peristiwa yang melibatkan ormas. Beberapa peristiwa yang melibatkan ormas antara lain diganggunya pembangunan pabrik BYD di Subang, Jawa Barat. Lalu, pembakaran mobil polisi oleh empat anggota ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, banyak ormas saat ini yang bertindak kebablasan dan membuka peluang direvisinya UU Ormas.
“Kita lihat banyak sekali peristiwa ormas yang kebablasan. Mungkin perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat. Di antaranya, mungkin masalah keuangan, audit keuangan,” kata Tito, dilansir dari Antara, Jumat (25/4/2025).(**)