DJABARPOS.COM, Jakarta – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ulil Abshar Abdalla, atau yang lebih dikenal sebagai Gus Ulil, tengah menjadi sorotan publik setelah melontarkan pernyataan kontroversial terkait aktivisme lingkungan.
Dalam sebuah diskusi di program televisi nasional yang mengangkat isu pertambangan, khususnya di wilayah sensitif seperti Raja Ampat, Gus Ulil menyebut kelompok penolak tambang seperti Greenpeace dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) sebagai “wahabi lingkungan”. Ia menyamakan sikap keras mereka terhadap eksploitasi sumber daya alam sebagai bentuk “ekstremisme ideologis” yang menurutnya serupa dengan puritanisme Wahabi karena menolak kompromi.
“Kalau semua ditolak mentah-mentah tanpa opsi, tanpa ruang dialog, ini bisa seperti wahabi dalam aktivisme lingkungan,” ujar Gus Ulil dalam diskusi tersebut.
Respons Keras dari Aktivis
Pernyataan itu memicu reaksi cepat dan keras dari berbagai pihak. Iqbal Damanik, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, menyebut analogi yang digunakan Gus Ulil keliru dan menyesatkan. Ia menegaskan bahwa dampak kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan jauh lebih dahsyat daripada aktivitas manusia biasa.
“Satu alat berat bisa menghancurkan ribuan hektar hutan dalam sehari, sementara seorang manusia paling hanya bisa menebang satu pohon,” ujar Iqbal.
Kritik dari Internal NU
Tak hanya dari aktivis lingkungan, kritik juga datang dari kalangan Nahdlatul Ulama sendiri. Tokoh muda NU, Roy Murtadho, mempertanyakan kecenderungan PBNU yang kerap menggunakan istilah “wahabi” terhadap siapa pun yang dianggap berseberangan, bahkan di luar ranah keagamaan.
Roy juga menilai, pernyataan Gus Ulil menunjukkan minimnya perhatian PBNU terhadap data dan kajian ilmiah dari lembaga-lembaga lingkungan terkait dampak Proyek Strategis Nasional (PSN) terhadap kerusakan ekosistem dan deforestasi.
“Greenpeace dan Walhi bukan anti-pembangunan, mereka hanya menuntut agar pembangunan tidak menabrak prinsip keberlanjutan,” tegas Roy.
Reputasi PBNU dalam Sorotan
Di tengah krisis iklim global dan meningkatnya kesadaran publik terhadap isu lingkungan, sikap organisasi besar seperti PBNU kini menjadi sorotan. Banyak pihak mengingatkan bahwa ormas keagamaan semestinya berdiri bersama rakyat yang terdampak langsung oleh kerusakan lingkungan—bukan malah menyerang suara-suara kritis dengan label peyoratif.
Hingga berita ini diturunkan, Gus Ulil belum memberikan klarifikasi lebih lanjut terkait pernyataannya tersebut. (Arsy)