DJABARPOS.COM, Bandung – Forum Kepala Sekolah Swasta (FKSS) Jawa Barat bersama tujuh organisasi Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) secara resmi menggugat Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Pindahan dan Sisa Kuota (PAPS) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Namun, di balik upaya hukum ini, FKSS Jabar mengaku menerima tekanan keras dari Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat yang diduga bertujuan mengintimidasi agar gugatan tersebut dicabut.
Ketua Umum FKSS Jabar, Ade D. Hendriana, S.H., menyatakan bahwa meskipun gagasan PAPS sendiri dianggap bagus dan spektakuler, Kepgub yang mengatur pelaksanaannya menabrak peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. “Kami sudah menempuh jalur dialog dan komunikasi, mulai dari surat keberatan, rapat kerja dengan Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, hingga diskusi dengan pihak terkait. Sayangnya, tidak ada solusi konkret,” ujarnya, Minggu (10/8/2025).
Karena jalan damai buntu, FKSS bersama BMPS memilih menempuh jalur hukum dan mendaftarkan gugatan pada 31 Juli 2025. Sidang dismisal pertama berlangsung 7 Agustus 2025 dan pemeriksaan materi gugatan dijadwalkan pada 14 Agustus 2025. Jika dinyatakan layak, perkara akan berlanjut ke pemeriksaan pokok sengketa.
Namun, di tengah proses itu, FKSS menilai munculnya tekanan yang tidak layak dari Disdik Jabar. Pada saat sidang dismisal pertama, Disdik Jabar menggelar konferensi pers yang dihadiri ketua tim hukum Pemprov Jawa Barat. Dalam kesempatan itu, mereka mendesak dilakukannya audit khusus dana Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) sebesar Rp600 miliar untuk sekolah swasta.
Ade menilai tuntutan audit tersebut sebagai upaya mengalihkan fokus gugatan menjadi isu lain yang tidak relevan. “Audit BPMU sudah rutin dilaksanakan setiap tahun. Kalau memang ada audit khusus, kami juga meminta agar audit dilakukan pada Disdik Jabar sebagai pemberi hibah dan dana BOPD sekolah negeri yang mencapai Rp1,4 triliun,” katanya.
Tekanan makin jelas saat Kepala Cabang Dinas memanggil seluruh Ketua FKSS kabupaten/kota pada 8 Agustus 2025 dan meminta mereka menandatangani surat pernyataan untuk mencabut gugatan TUN. Ade menyebut tindakan ini sebagai bentuk intimidasi yang mencederai prinsip demokrasi dan keadilan.
“Kami bukan musuh pemerintah. Kami warga Jawa Barat yang berjuang agar anak-anak tidak putus sekolah dan agar semua kebijakan pendidikan melibatkan seluruh ekosistem, baik sekolah negeri maupun swasta,” tegas Ade.
Kasus ini menjadi sorotan penting karena mengingatkan pemerintah agar setiap kebijakan harus berpegang teguh pada prinsip keadilan, transparansi, dan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan pendidikan di Jawa Barat. (Arsy)