DJABARPOS.COM, Bandung – Upaya dan maksud pemerintah dalam meningkatkan pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia, dalam setiap tahun pelajaran baru tetap saja diwarnai dengan dinamika kekecewaan berbagai pihak. Hal ini dikarenakan penerapan sistem zonasi yang selalu menjadikan polemik.
Sebagaimana aturan sistem Zonasi untuk SD, SMP, SMA dan SMK, tertuang dalam Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Nomor 47/M/2023 Tentang Pedoman Pelaksanaan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 Tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK.
Sekolah negeri yang akan dibidik oleh orang tua untuk anaknya tercinta tidak mudah untuk didapatkan. Sistem zonasi menjadikan batu sandungan dan bahkan menghentikan cita cita orang tua dalam memasukkan ke sekolah Negeri favoritnya.
Dalam sistem zonasi perhitungan jarak dari tempat tinggal ke sekolah menjadikan salah parameter penting.
Penyebaran sekolah negeri yang tidak merata di setiap kecamatan dan kelurahan, sementara pembagian zonasinya didasarkan pada wilayah administrasi Kecamatan. Belum lagi pemetaan antara jumlah sekolah dengan penduduk belum bisa dikatakan berimbang, hal ini menambah persoalan musiman tahunan yang belum terjawab penyelesaianya oleh Pemerintah.
Dinamika persoalan ini memunculkan ruang – ruang praktek potensi kecurangan dan bahkan melakukan sebuah perbuatan yang bersinggungan dengan melanggar hukum.
Bisa jadi orang tua dalam memperjuangkan agar anak tercintanya ini masuk Sekolah yang di inginkannya membuat trobosan trobosan ilegal.
Upaya main trobos ini gayung bersambut terbukti dari tahun ke tahun ada saja praktek yang dilakukan oleh Oknum pejabat dilingkungan dunia pendidikan dan oknum pejabat pemerintah serta para makelar/ CALO sekolah yang berkeliaran untuk memuluskan trobosan tersebut.
Adanya jual beli kursi sekolah, tarikan sejumlah uang / Pungutan Liar, penerbitan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) palsu, Sertipikat lomba / prestasi palsu, hingga praktek manipulasi data dengan mutasi pencatatan anggota keluarga pada Kartu Keluarga yang domisilinya terdekat secara zonasi dengan sekolahan yang di tuju / domisili palsu, hal ini semua termasuk perbuatan menyampaikan keterangan tidak benar dan jelas melanggar hukum.
Maka para orang tua mohon hati hati, demi memperjuangkan anak, jangan percaya dengan Calo dan makelar Kursi sekolah hingga melakukan trobosan perbuatan melanggar hukum.
Ironisnya, seiring berakhirnya masa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024 di Jawa Barat, muncul isu kepermukaan yang menyebutkan banyaknya oknum calo dan makelar kursi yang kecewa alias gigit jari karena tidak berhasil menitipkan calon siswa didik masuk ke sekolah favorit. Pasalnya, Dinas Pendidikan Jawa Barat memperketat pengawasan dan memperbaiki sistem untuk mencegah kecurangan.
Langkah tegas Dinas Pendidikan Jawa Barat itu membuahkan hasil positif. Buktinya, banyak oknum pejabat, anggota dewan legislatif, aparat penegak hukum, LSM hingga oknum yang mengatasnamakan dirinya/kelompoknya dari organisasi profesi jurnalis yang dibuat kecewa karena upaya mereka tidak berhasil dalam meloloskan calon siswa didiknya.
Masyarakat luas menyambut baik upaya yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Jawa Barat. Banyak orang tua merasa lega karena proses PPDB kali ini lebih transparan dan adil. “Saya sangat senang melihat adanya perubahan positif ini. Semoga ke depannya, sistem seperti ini dapat terus dipertahankan,” ungkap seorang orang tua yang tidak ingin disebutkan namanya.
Dengan komitmen yang kuat dari Dinas Pendidikan Jawa Barat, diharapkan PPDB 2024 dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam menerapkan sistem penerimaan siswa baru yang jujur dan adil.(Arsy)