Oleh: Roni Maulana Arsy (Jurnalis Media Djabar Pos)

DJABARPOS.COM, Bandung – Study tour atau kegiatan wisata edukatif sering dianggap sebagai pengalaman belajar yang menyenangkan. Namun, ketika keikutsertaannya bersifat paksaan, study tour justru bisa menjadi beban psikologis bagi siswa. Tekanan untuk ikut serta dapat berdampak negatif, baik secara emosional maupun sosial.

Tekanan Finansial dan Stres

Tidak semua siswa memiliki kondisi ekonomi yang sama. Biaya perjalanan, akomodasi, dan konsumsi bisa menjadi beban berat bagi sebagian keluarga. Siswa yang tidak mampu sering kali merasa terisolasi atau terpaksa meminta orang tua mengeluarkan uang lebih, yang pada akhirnya menimbulkan rasa bersalah dan kecemasan.

Sebuah studi oleh National Education Association menunjukkan bahwa tekanan finansial dalam kegiatan sekolah dapat mempengaruhi kesejahteraan mental siswa, menyebabkan stres yang berkepanjangan dan bahkan gangguan konsentrasi di sekolah.

Ketakutan akan Stigma Sosial

Siswa yang tidak ikut serta terkadang dikucilkan dari pergaulan teman-temannya. Tekanan sosial ini dapat menyebabkan perasaan rendah diri, malu, dan bahkan merusak kepercayaan diri. Stigma sebagai “anak yang tidak ikut” bisa berdampak buruk pada hubungan sosialnya di sekolah.

Menurut psikolog pendidikan Dr. Andini Prameswari, tekanan sosial dari teman sebaya dapat mempengaruhi perkembangan emosional anak dan meningkatkan risiko kecemasan sosial.

Dampak Emosional dan Kesehatan Mental

Dipaksa mengikuti study tour tanpa keinginan sendiri bisa menimbulkan stres, kecemasan, hingga homesick (rindu rumah). Jadwal kegiatan yang padat tanpa mempertimbangkan kondisi fisik dan mental siswa dapat menyebabkan kelelahan, menurunkan konsentrasi, dan mengurangi semangat belajar setelah kembali ke sekolah.

Sebuah penelitian dari Journal of Child and Adolescent Mental Health menemukan bahwa tekanan akademik dan sosial dalam kegiatan ekstrakurikuler dapat meningkatkan tingkat kecemasan di kalangan remaja.

Pengaruh terhadap Prestasi Akademik

Stres yang dialami akibat study tour yang dipaksakan bisa berakibat pada penurunan prestasi akademik. Siswa yang tertekan cenderung kesulitan berkonsentrasi di kelas, yang berujung pada menurunnya hasil belajar.

Solusi dan Rekomendasi

Agar study tour tetap menjadi pengalaman yang positif dan bermanfaat bagi siswa, sekolah dapat menerapkan langkah-langkah berikut:

  1. Membuat kegiatan bersifat sukarela, tanpa tekanan bagi siswa yang tidak ingin atau tidak mampu ikut.
  2. Menawarkan alternatif kegiatan bagi siswa yang tidak ikut serta, agar tetap mendapatkan pengalaman belajar yang sebanding.
  3. Mencari sponsor atau subsidi untuk membantu siswa yang memiliki keterbatasan finansial.
  4. Menjamin manfaat edukatif yang jelas, sehingga kegiatan tidak hanya bersifat rekreasi semata.
  5. Melibatkan siswa dalam perencanaan, agar mereka merasa dihargai dan memiliki kontrol atas keputusan yang diambil.
  6. Mengedukasi siswa dan orang tua tentang manfaat serta risiko study tour agar mereka dapat membuat keputusan bijak.
  7. Menjaga transparansi biaya, dengan memberikan rincian anggaran yang jelas untuk menghindari kecurigaan terkait pemanfaatan dana.
  8. Memastikan keselamatan dan kenyamanan perjalanan, dengan memilih moda transportasi yang aman serta penyelenggara yang terpercaya.

Kesimpulan

Study tour seharusnya menjadi pengalaman menyenangkan dan berharga bagi siswa, bukan beban yang menimbulkan stres atau tekanan sosial. Sekolah dan penyelenggara harus lebih bijak dalam merancang program agar inklusif, fleksibel, serta memperhatikan kesejahteraan psikologis siswa. Dengan kebijakan yang lebih cermat dan peduli, study tour bisa menjadi pengalaman belajar yang tak terlupakan tanpa mengorbankan kenyamanan dan kesehatan mental siswa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *