DJABARPOS.COM, Bandung – Terungkap alasan Guru Supriyani menolak lakukan Restorative Justice (RJ), ternyata harus ada 2 syarat yang harus dipenuhi.
Sekadar diketahui, Restorative justice adalah pendekatan untuk menyelesaikan konflik hukum dengan menggelar mediasi diantara korban dan terdakwa.
Di kasus ini mediasi digelar menjelang sidang perdana di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Kamis (24/10/2024).
Kuasa hukum Supriyani, Samsuddin, mengatakan, dalam mediasi itu pihak polisi, jaksa, dan orangtua korban masih meminta agar kasus ini diselesaikan secara damai sebelum persidangan.
“Iya tadi sempat ada upaya itu, tapi terlanjur kasus ini sudah di persidangan, bahkan tadi sidang sudah dibuka, dan kami diajak oleh pegawai pengadilan karena hakim sudah menunggu,” katanya ketika dikonfirmasi seusai sidang.
Ditanya soal mengapa tidak ada titik temu, Samsuddin pun mengatakan ada dua syarat terpenuhinya restorative justice.
Yang pertama adalah Supriyani harus mengakui perbuatannya.
“Makanya tidak ada titik temu, karena Ibu Supriyani berkeyakinan kalau dirinya tidak melakukan perbuatan itu (aniaya murid),” katanya.
Sehingga pihaknya membiarkan kasus ini dibuka seterang-terangnya di pengadilan untuk mengetahui kejadian sebenarnya.
Dan yang kedua adalah Supriyani diminta mundur menjadi guru.
“Itu semua nanti kita akan buka di persidangan secara terbuka,” katanya.
Sikap Supriyani ini berkebalikan saat pertama kali kasus ini diusut.
Saat itu Supriyani sampai mendatangi rumah orangtua muridnya, Aipda WH, untuk meminta maaf.
Menurut cerita Kastiran (28) suami Supriyani, istrinya sempat meminta maaf meskipun tidak melakukan pemukulan tersebut.
Namun, orang tua murid yang berprofensi sebagai polisi meminta uang damai kepada Supriyani sebesar Rp 50 juta.
Karena tidak bisa memenuhinya, Supriyani pun ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
Kastiran (38) mengatakan, ia mulanya mendapat panggilan dari penyidik di Polsek Baito pada Jumat, 26 April 2024.
Ketika itu polisi meminta kontak Supriyani.
Polisi pun memberi tahu Katiran bahwa istrinya dilaporkan salah satu orang tua murid karena dituduh melakukan pemukulan kepada muridnya.
Supriyani merupakan guru honorer di SDN 4 Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Ketika Supriyani dan Katiran datang ke Polsek Baito, mereka bertemu murid dan orang tuanya.
Ayah murid itu adalah Kanit Intel Polsek Baito Aipda WH.
Supriyani dituduh memukul muridnya yang masih duduk di kelas IA pada Rabu, 24 April 2024.
Murid itu mengaku pahanya dipukul Supriyani menggunakan sapu ijuk hingga memar.
Akan tetapi Supriyani membantah tuduhan tersebut.
Sebab, ketika kejadian ia tengah mengajar di kelas IB, berbeda dengan kelas korban.
”Di situ bapak murid itu bilang, kalau tidak bisa diselesaikan, akan ditempuh jalur hukum,” kata Kastiran.
Pada Senin (29/4/2024), Supriyani dipanggil sebagai terlapor ke Polsek Baito. Dia dimintai keterangan terkait kejadian yang dituduhkan.
Supriyani kembali menegaskan dia tidak tahu karena memang tidak pernah melakukannya.
Polisi lalu memeriksa guru-guru lainnya.
Para guru mengaku tidak tahu pemukulan yang dituduhkan.
Mereka menduga luka tersebut terjadi akibat bermain.
Namun, ada penyebab lain yang membuatnya dituduhkan kepada salah seorang guru.
Polisi mengarahkan Supriyani minta maaf
Menurut Kastiran, penyidik Polsek Baito lalu mengarahkan sang istri datang ke rumah orang tua murid selaku pelapor untuk meminta maaf.
“Kami bertanya kenapa sampai minta maaf padahal tidak melakukan. Tapi dijawab biar kasusnya cepat selesai. Lalu, kami tanya lagi kalau ternyata nanti tidak diterima dan menjadi tersangka bagaimana? Tidak apa-apa kata penyidik,” tuturnya.
Supriyani dan Kastiran didampingi Kepala SDN 4 Konawe Selatan, Sanaa Ali lalu mendatangi rumah pelapor yang anggota polisi tersebut.
Sambil menangis, Supriyani meminta maaf jika dirinya melakukan kesalahan.
Namun, dia tetap tidak mengakui melakukan pemukulan. Mengetahui hal tersebut, orangtua murid tetap marah.
Meski sudah meminta maaf, Supriyani diperiksa di Polsek Baito.
Di sana, Kapolsek Baito memintanya untuk bermusyawarah dengan orang tua murid.
Supriyani mengaku diminta uang sebesar Rp 50 juta dan tidak mengajar lagi.
“Tapi diminta Rp 50 juta dan tidak mengajar kembali agar bisa damai. Kami mau dapat uang di mana Pak? Saya hanya buruh bangunan,” ungkap Kastiran.
Karena tidak mampu membayar, Kastiran menyebut Supriyani lalu ditahan di Lapas Perempuan Kendari oleh Kejaksaan Negeri Konsel. Kasusnya pun dilimpahkan ke pengadilan.
”Minggu lalu dapat panggilan dari Kejaksaan Negeri Konsel untuk dimintai keterangan. Di situ istri saya ditanya lagi apa melakukan yang dituduhkan atau tidak?” ujar Kastiran pada Senin (21/10/2024).
Tetapi karena menurutnya tidak melakukan pemukulan tersebut, Supriyani tidak mengakui hal itu.
“Di situ istri saya langsung ditahan,” jelasnya.
Jaksa Sarankan Restorative Justice Sejak Awal
Sebelumnya, Kejari Konawe Selatan bersikap keras dengan menahan guru Supriyani saat pelimpahan tersangka dan barang bukti pada 16 Oktober 2024.
Kini setelah kasusnya viral dan penahanan guru Supriyani ditangguhkan Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Konawe Selatan, sikap jaksa berubah.
Bahkan, Wakil Kepala Kejati Sultra, Anang Supriatna menyebut kasus guru Supriyani ini bisa selesai lebih cepat jika restorative justice diterapkan sejak awal.
Anang Supriatna yang ditemui saat memantau sidang perdana Supriyani di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Kabupaten Konsel, Kamis (24/10/2024), mengatakan, kasus guru Supriyani telah menyita perhatian warga Sulawesi Tenggara (Sultra), bahkan seluruh Indonesia, karena telah masuk ke sengketa hukum.
Padahal, jika menggunakan pendekatan restorative justice sejak awal, kasusnya bisa lebih baik atau cepat selesai.
“Kasus ini akan lebih baik kalau sejak awal ada upaya pendamaian dengan restorative justice,” kata Anang.
Kendati demikian, Anang berharap dalam perjalanan sidang yang berlangsung dapat memberikan keadilan, kepastian, dan kebermanfaatan bagi Supriyani.
Ia juga mengapresiasi pihak pengadilan karena telah menerima penangguhan penahanan Supriyani sebelumnya.
Sehingga, Supriyani bisa dikeluarkan dari Lapas Perempuan III Kendari pada Selasa (22/10/2024), dan Kejari Konsel juga turut menjadi jaminan dalam pelaksanaan penangguhan penahanan ini.
Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal juga meminta kasus guru Supriyani sebaiknya diselesaikan dengan restorative justice.
Cucun menyebut seharusnya kasus ini sejak awal bisa diselesaikan melalui jalur damai.
“Kita sayangkan adanya perkara hukum yang menimpa salah satu guru honorer, Ibu Supriyani. Seharusnya permasalahan ini sejak awal bisa diselesaikan lewat jalur damai,” kata Cucun Ahmad Syamsurijal dalam keterangannya, Jumat (25/10/2024).
Cucun pun lantas menilai keputusan hakim sudah tepat untuk menangguhkan penahanan guru Supriyani.
Namun, dia menyayangkan lantaran perkara hukumnya tetap dilanjutkan ke persidangan.
“Kita bersyukur dengan keputusan penangguhan penahanan ini. Dalam proses peradilan, asas kemanusiaan juga harus jadi perhatian,” ujarnya.
“Terdapat berbagai pedoman hukum yang memungkinkan kasus Ibu guru Supriyani bisa diselesaikan dengan pendekatan RJ. Kita harapkan hakim bisa arif untuk mempertimbangkan dilakukannya RJ pada kasus ini,” lanjut Cucun.
Sebelumnya, Guru SD bernama Supriyani (SU) itu dilaporkan menganiaya siswa anak polisi anggota Polsek Baito, Kabupaten Konsel, Provinsi Sultra.
Guru honorer ini bahkan sudah ditahan oleh Kejaksaan Negeri Konsel seusai penyerahan tersangka dan barang bukti pada 16 Oktober 2024.(**)