DJABARPOS.COM, BandungĀ – Ucapan tegas Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI yang melarang penambahan rombongan belajar (rombel) kini diuji di Jawa Barat. Pernyataan yang dulu diucapkan lantang itu berhadapan dengan kenyataan di lapangan : dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun Ajaran 2025-2026, namun sang Menteri justru terdiam.
Sebelum polemik ini mencuat, Media Djabar Pos telah menanyakan langsung kepada Menteri apakah penambahan rombel diperbolehkan. Jawaban yang diterima kala itu jelas : tidak boleh, sesuai aturan SPMB. Tetapi ketika pertanyaan lanjutan diajukan kembali secara resmi melalui surat elektronik bernomor 12/Spm/Djp/III/2025 tertanggal 5 Agustus 2025, tak ada balasan dari Kementerian.
Surat elektronik tersebut memuat enam pertanyaan kunci terkait dugaan pelanggaran Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 3 Tahun 2025 oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, di antaranya:
1. Bagaimana tanggapan pak menteriĀ terkait pelaksanaan SPMB 2025 di Provinsi Jawa Barat yang diduga tidak sesuai dengan Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025, terutama terkait jumlah siswa per rombongan belajar dan pelaksanaan jalur penerimaan?
2. Apakah Kementerian telah menerima laporan atau pengaduanĀ dari masyarakat maupun organisasi sipil mengenai pelaksanaan SPMB di Jawa Barat yang dinilai menyimpang dari ketentuan nasional?
3. Jika terbukti terjadi pelanggaran, langkah apa yang akan diambil oleh Kementerian terhadap Dinas Pendidikan Provinsi jawa barat maupun pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan tersebut?
4. Bagaimana posisi Kementerian terhadap kebijakan daerah seperti Program Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) yang dijalankan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, namun berpotensi tidak sejalan dengan peraturan pusat ?
5. Apa upaya pak menteriĀ untuk menjaga sinkronisasi antara kebijakan pusat dan daerah, khususnya agar implementasi SPMB di daerah tetap mengacu pada regulasi nasional dan tidak dipengaruhi oleh tekanan politik?
6. Adakah mekanisme pengawasan khususĀ dari Kementerian untuk mencegah penyimpangan kebijakan teknis di tingkat provinsi/kabupaten, termasuk jika terdapat indikasi intervensi politik dalam pelaksanaan SPMB?
“Kalau sejak awal sudah tegas melarang, seharusnya sikap itu konsisten ketika dugaan pelanggaran muncul di lapangan,” ujar Roni jurnalis Djabar Pos yang melayangkan surat tersebut.
Djabar Pos menegaskan bahwa pertanyaan ini bukan sekadar kritik, melainkan upaya menghadirkan informasi berimbang dan memastikan kebijakan pendidikan berjalan sesuai aturan. Hingga berita ini diterbitkan, Kementerian belum memberikan tanggapan resmi. Publik pun menunggu, apakah janji tegas Menteri akan diwujudkan dalam tindakan nyata atau sekadar menjadi pernyataan yang menguap begitu saja. (Arsy)