Bahkan bagi mereka pembodohan politik terhadap rakyat itu adalah keharusan, agar bisa mensahkan, cuma elit saja yang berhak memilih. Kata-kata sombong mereka selalu mengatakan, sungguh na’if suara guru besar di samakan dengan suara tukang becak. Padahal di hadapan Allah Swt., semua sama derajatnya, sepintar apapun kalau keblinger adalah hina. Tapi seseorang yang di anggap bodoh, mereka biasanya punya nurani yang suci. Di sinilah kunci perbedaan mendasar paradigma Demokrasi Kerakyatan, dan Demokrasi elit, di dalam menilai seorang manusia.
Yang paling krusial di dalam upaya penuntasan agenda reformasi sa’at ini, adalah pengebirian kedaulatan Rakyat dengan Parlementary Treshold 20% harus segera di hilangkan, bayangkan betapa na’ifnya, Indonesia yang berpenduduk 270 juta lebih, calon presidennya cuma dua pasang capres cawapres dan maksimal hanya tiga paslon, ini terjadi karena kong kalikong, pat gulipat para ketua partai dan elit yang ingin melanggengkan kekuasaan.
Sesungguhnya calon pemimpin potensial, untuk menjadi presiden itu sangat banyak, namun terhambat oleh aturan Parlementary Treshold 20%, sehingga kembali Kedaulatan Rakyat akan tereliminir.
Kalau di zaman ORBA, DPR melaui MPR pat gulipat untuk melanggengkan Presiden seumur hidup, dan sekarang lagunya adalah elit Partai melalui para petugasnya di DPR, pat gulipat untuk melanggengkan kekuasaan dengan paslon Capres Cawapres sesedikit mungkin.
Sudah jelas ini adalah penyakit yang mulai kambuh kembali, Demokrasi di amputasi dan di kebiri oleh yang namanya Parlementary Treshold 20%, sudah sa’atnya para pelanjut pahlawan Reformasi kembali ke gelanggang perjuangan untuk menuntaskan Reformasi yang sesungguhnya, tidak boleh terjadi pengkebirian Demokrasi, sehingga hal ini sama dengan menghambat terwujudnya kesejahteraan rakyat, karena hanya Kedaulatan Rakyat sejati yang sesungguhnya dapat mensejahterakan Rakyat, bukan kedaulatan yang di amputasi dan di kebiri.
Marilah semua pejuang Reformasi dan pelanjut pejuang Reformasi, untuk bergerak menyampaikan aspirasi dan tuntutan bagi tegak kokohnya Kedaulatan Rakyat Sejati.
Ganti Parlementary Treshold 20% dengan Party Treshold, jangan mau menerima begitu saja pat gulipat ketuk palu DPR yang sudah di setir para ketua partai dan elit yang tidak mau melaksanakan Kedaulatan Rakyat Sejati.
Solusinya Party Treshold
Dengan Party Treshold, semua partai peserta pemilu baik partai yang lama ataupun partai yang baru, semuanya di wajibkan untuk mencalonkan Capres dan Cawapres.
Sehingga jumlah Capres dan Cawapres sebanyak partai yang ada, jika ada sepuluh partai peserta pemilu, berarti ada sepuluh paslon Capres dan Cawapres. Sangat wajar bagi Negara sebesar Indonesia yang berjumlah 270 juta lebih.
Biarlah pada putaran pertama semua Partai bekerja keras untuk mencari Calon Pemimpin Bangsa yang namanya Presiden dan Wapres. Barulah pada putaran kedua, Urutan Satu dan Urutan kedua bertarung kembali, dan partai-partai yang kalah pada putaran pertama, tinggal memilih dan wajib berkoalisi dengan partai yang mendukung Capres dan Cawapres pemenang pada putaran satu tersebut.
Sistem pemilihan dengan Party Treshold ini, seharusnya bisa terjadi demi dan untuk tegak kokohnya Kedaulatan Rakyat Sejati, yang tegak lurus dengan calon presiden dan wapres terbaik, dan tentunya sesuai harapan Tuanku Baginda Raja 270 juta Rakyat Indonesia yang Berdaulat.
Mari para pejuang dan pelanjut pejuang Reformasi bergerak kembali berjuang di lapangan, suarakan aspirasi ini kepada Presiden, DPR dan MPR, jangan terjadi pat gulipat untuk mengebiri Kedaulatan Rakyat !.
Dimanakah Elang-elang baru para pembela Kedaulatan Rakyat ? Rakyat Indonesia memanggil Kalian ! Gugat setiap upaya mengkebiri dan memanipulir Kedaulatan Rakyat, sadarkan Partai, Presiden, DPR dan MPR ! Hapus Parlementary Treshold 20% dengan Party Treshold, untuk lahirnya Pemimpin Rakyat sejati !