DJABARPOS.COM, Bandung – Beragam peristiwa terjadi di Jawa Barat hari ini, Senin (27/3/2023), dari mulai satu dari tiga korban yang tertimpa papan reklame roboh masih dirawat di rumah sakit karena kritis hingga ngerinya perang sarung yang terjadi di Sukabumi.
Berikut ini rangkuman Jabar Hari ini:

Satu Korban Reklame Roboh Masih Kritis
Satrio Banta (29) salah satu dari tiga korban reklame roboh di Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, Sabtu (25/3) lalu masih menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Al-Islam, Kota Bandung. Selain Satrio, Syamsul Bachri (42) dan Wily Santosa (21) juga turut jadi korban.

Satrio yang merupakan warga Cinunuk, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung masih dalam kondisi kritis.

“Kondisinya berat, terus ada pendarahan dan syok, gak sadar juga pasiennya,” kata Bagian Informasi dan Pemasaran Rumah Sakit Al-Islam Kota Bandung dr Guntur Septapati ditemui detikJabar di Rumah Sakit Al-Islam hari ini.

“Pasien belum sadar, masih di ICU dan masih kritis,” tambahnya.

Tiga hari di rawat, pihak rumah sakit sudah memberikan tindakan operasi terhadap pendarahan yang dialami korban.

“Tindakan rumah sakit baru mengatasi pendarahannya, ada trauma di bagian perutnya, ada pendarahan, sudah dilakukan operasi dan yang lainnya masih menunggu stabil,” ungkapnya.

Karena kondisi kesehatan korban belum stabil, Guntur menyebut, jika korban juga mengalami patah tulang. Namun untuk bagian tulang mana saja, penanganan medis belum sampai ke sana.

“Kemungkinan ada patah tulang juga, kemungkinan di kaki dan tulang belakang, kemungkinan. Kita belum bisa evaluasi karena pasien belum memungkinkan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, baru pendarahan dulu,” jelasnya.

Terkait perkembangan hingga saat ini, Guntur menyebut, pihaknya terus berusaha semaksimal mungkin untuk menangani korban. “Kita berusaha maksimal, berharap ada perbaikan. Stabilisasi, dipasang ventilator dan alat bantu pernapasan,” pungkasnya.

Kasus Dukun Sianida di Sukabumi Kembali Disidangkan
Tiga orang komplotan dukun pengganda uang di Sukabumi didakwa melakukan pembunuhan berencana menggunakan sianida kepada korban. Ekspresi dingin para terdakwa saat korban mati diungkapkan dalam persidangan.

Dalam lanjutan persidangan kasus itu di Pengadilan Negeri (PN) Kota Sukabumi hari ini, dua orang saksi dihadirkan. Keduanya merupakan saksi dari Agus Nurmanto, korban komplotan dukun palsu itu.

Kedua saksi di antaranya kakek korban sekaligus pelapor Sucipto (74) dan Andi Heryanto (40) selaku sepupu korban. Mereka diperiksa sekaligus oleh majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Yusuf Syamsudin.

Terdakwa menjalani sidang di Lapas Kelas IIB Nyomplong, sedangkan saksi berada di Magelang, Jawa Tengah. Ekspresi para terdakwa saat korban tewas diungkap oleh Andi Heryanto (40). Awalnya dia mendapat kabar tewasnya Agus Nurmanto dari keluarganya pada Rabu, 8 Juni 2022 lalu. Dia mengatakan, korban diantar menggunakan mobil Kijang.

“(Kondisinya) belum dikafani, ditutup dengan kain kalau di sini namanya jarik, buat kami kelurga ada sedikit kejanggalan di bibirnya biru, jadi pucatnya itu pucat kebiruan. Akhirnya setelah dicek dari bidan desa di sini, bidan desa itu menyatakan meninggal dengan wajar,” kata Andi di ruang sidang Kartika PN Sukabumi.

Meski dinilai wajar, pihak keluarga tak menyerah sampai di situ saja. Dia mencoba mencari informasi soal kematian sepupunya itu kepada Santi, orang yang mengantar jenazah Agus Nurmanto.

“Hari pertama dan kedua itu Ibu Santi kekeh belum menyampaikan hal-hal yang mengarah ke kejadian di kasih minum terus ada mengeluarkan busa, baru hari ketiga diketahui ada korban lain selain almarhum Agus. Kalau tidak salah Pak Edi, iya meninggal juga,” ujarnya.

Pada hari ketiga itu, Santi berterus terang kepada Andi jika korban mulanya sakit perut dan sempat disembunyikan oleh para terdakwa di sebuah kamar. Saat itu, saksi Santi tidak diperbolehkan melihat kondisi Agus dan terdakwa menyebut Agus sedang beristirahat.

“Ketika Santi mau menemui Agus nggak diizinkan, katanya lagi istirahat, tapi Santi memaksa dan begitu masuk kamar sudah meninggal di kamar itu,” ucap dia.

Kemudian, Andi bertanya lagi kepada Santi bagaimana ekspresi para terdakwa. Bak pembunuh berdarah dingin, para terdakwa tidak bereaksi apapun bahkan tak ada keinginan untuk mengantar jenazah ke Magelang.

“Biasa saja (ekspresi para terdakwa) berdasarkan keterangan Santi itu, pertama pihak keluarga almarhum menerangkan jika korban tidak punya riwayat penyakit, kedua keterangan dari Santi sempat mengeluarkan busa, muntah dan mata kabur waktu almarhum minta tolong, nah berdasarkan itulah kami bersama Pak Sucipto ini membuat laporan ke Polres Sukabumi Kota dan minta untuk almarhum diautopsi,” jelasnya.

Saat itulah tim autopsi dihadirkan ke Magelang. Pihak keluarga tak diperkenankan untuk melihat dan Andi mengaku tak tega jika melihat proses autopsi tersebut. Dia mengatakan, proses autopsi dilakukan setelah jasad Agus dimakamkan.

Andi baru mengetahui hasil forensik setelah menjalani pemeriksaan (BAP) di Polres Sukabumi Kota. Saat itu, dia diberitahu penyidik jika penyebab kematian Agus Nurmanto karena diracun.

“Kami informasi dari pihak kepolisian bahwa diduga karena racun. Jadi penyebabnya positif karena racun,” kata Andi.

Kakek korban, Sucipto mengatakan, awalnya cucunya itu berpamitan akan pergi ke Sukabumi. Dia menuturkan tak tahu menahu tujuan Agus bertandang ke Sukabumi.

“Agus bilang mau pamit ke Sukabumi, cuma itu, nggak ada bilang urusan apa. Cuma bilang almarhum mau ke Sukabumi, nggak (bicara) ada bisnis atau pekerjaan apa,” kata Sucipto masih di Ruang sidang.

“Tanggal 9 Juni jam 16.00 WIB sampai Magelang. Waktu itu masalahnya kan bu Santi bilang Agus hari Rabu dikasih minum sama ustaznya, nggak tahu saya namanya. Dikasih minum terus mengelurkan busa, sore meninggal katanya gitu,” ujarnya.

Sucipto mengatakan, korban Agus tak memiliki riwayat penyakit apapun. Setibanya di Magelang, ia tak sempat membawa cucunya ke rumah sakit dan langsung dimakamkan pada malam harinya.

Kemudian, setelah beberapa hari Agus dimakamkan, dia baru mengetahui ada kejanggalan dalam kematian Agus. Hal itu diketahui berdasarkan keterangan Santi kepada pihak keluarga korban. Akhirnya korban menjalani ekshumasi dan diautopsi.

“Tahu persis (autopsi). Saya yang melaporkan. Ada tim autopsi yang datang, dari Sukabumi ada, terus mereka cuma menomor-nomori. Langsung diautopsi (di makam), hasilnya juga kita nggak nanya karena sudah ada yang menangani,” kata dia.

Di akhir persidangan, Sucipto nampak memegang dadanya. Hakim Ketua Yusuf Syamsudin menanyakan kondisi Sucipto.

“Bapak kenapa pegang dada, sakit pak?,” tanya hakim.

“Ini pak saya sesak dada,” ujarnya singkat.

Proses persidangan pun diskors sementara dan ditutup setelah mendengarkan respons para terdakwa setelah pemeriksaan saksi-saksi. Sidang selanjutnya akan digelar pada Senin (3/4) mendatang dengan agenda mendengarkan keterangan ahli forensik.

Uang Korup Eks Bupati Cirebon ke Pejabat Kemendagri
Eks Bupati Cirbon Sunjaya Purwadisastra didakwa melakukan gratifikasi dan suap senilai Rp 64,2 miliar selama menjabat Bupati Cirebon periode 2014-2019. Duit haram Sunjaya rupanya mengalir hingga ke pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memuluskan rotasi-mutasi sejumlah pegawai di lingkungan Pemkab Cirebon.

Keterangan ini disampaikan Sri Darmanto, mantan Kabid Mutasi di BKPSDM Kabupaten Cirebon saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di persidangan. Sri Darmanto mengakui beberapa kali diminta datang oleh Sunjaya ke Kemendagri untuk menyerahkan sejumlah uang supaya memuluskan rotasi-mutasi di Cirebon.

“Ke Kemendagri beberapa kali,” ucap Sri Darmanto pada persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor Bandung, Jl LLRE Martadinata, Kota Bandung hari ini.

Ia menyebut, Sunjaya menyerahkan uang puluhan juta supaya bisa diserahkan ke pejabat Kemendagri sekelas Direktur Jenderal (Dirjen). Uang itu untuk memuluskan rotasi-mutasi pejabat eselon IV hingga eselon II, bahkan untuk mengganti posisi Sekda Kabupaten Cirebon.

Penyerahan uang pertama dilakukan Sri Darmanto untuk keperluan mengganti Sekda Cirebon yang saat itu dijabat Yayat Ruhiyat. Sunjaya lalu menitipkan uang puluhan juta ke Sri Darmanto beserta uang dengan pecahan dolar agar diserahkan ke pejabat Kemendagri untuk memuluskan pergantian tersebut.

“Untuk mengurus usulan persetujuan pelantikan di Kemendagri guna mendapat persetujuan. Saat itu, awal pelantikan pergeseran Sekda Yayat Ruhiyat ke Staf Ahli. Di mana Bupati Cirebon menginginkan Yayat Ruhiyat dimutasi dari Sekda ke Staf Ahli,” kata JPU KPK membacakan BAP yang langsung dibenarkan Sri Darmanto.

Sri Darmanto juga membenarkan kepentingan pergantian itu karena Sunjaya merasa tidak cocok dengan Sekda Yayat Ruhiyat. Sri Darmanto lalu diminta menghadap ke pejabat setingkat Dirjen di Kemendagri bermama Makmur Marbun untuk menyerahkan uang puluhan juta serta uang pecahan dolar.

“Kata Pak Sunjaya ini buat Pak Makmur Marbun, kasihkan saja,” ucap JPU KPK membacakan lagi BAP tersebut yang langsung diamini Sri Darmanto.

Akhirnya, Yayat Ruhiyat dicopot dari jabatannya sebagai Sekda Kabupaten pada Januari 2018. Yayat lalu jabatannya digeser menjadi Staf Ahli Setda Kabupaten Cirebon.

Penyerahan uang kedua kemudian dilakukan Sri Darmanto untuk keperluan rotasi-mutasi ASN Pemkab Cirebon. Saat itu, ia mendapat uang dari Sunjaya senilai Rp 50 juta untuk diberikan kepada pejabat di Kemendagri.

Sri Darmanto lalu menyebut uang itu ia berikan kepada pejabat setingkat Dirjen Kemendagri bernama Makmur Marbun Rp 10 juta, Kasubdit Rp 5 juta dan Kasubag Rp 1 juta di kementerian tersebut. Uang itu diserahkan Sri Darmanto melalui ajudannya Makmur Marbun.

“Pada saat itu saya dipanggil ke pendopo untuk menyerahkan suatu laporan. Setelah itu karena pada saat itu pelantikan harus izin Kemendagri, maka beliau (Sunjaya) menitipkan uang Rp 50 juta kepada saya untuk lembur-lembur di Kemendagri dan lembur-lembur di BKPSDM,” terang Sri Darmanto.

“Ditentukan untuk siapa uangnya?,” tanya JPU KPK kepada Sri Darmanto.

“Tidak ditentukan, hanya untuk lembur-lembur orang Kemendagri. (Uangnya) Disampaikan ke salah satu direktur, kasubdit dan kasubag. Direkturnya pada saat itu Pak Makmur Marbun,” ucap Sri Darmanto menjawab pertanyaan JPU KPK.

Selain diserahkan ke pejabat Kemendagri, uang itu juga dipakai untuk keperluan mengurus rotasi-mutasi di BKPSDM Kabupaten Cirebon. Uang itu lalu menyisakan nominal Rp 17 juta yang akhirnya diserahkan Sri Darmanto ke KPK sebagai barang bukti saat Sunjaya terkena OTT.

Sebagaimana diketahui, Sunjaya didakwa melanggar Pasal 12 huruf a UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sunjaya Purwadisastra didakwa menerima gratifikasi dan suap senilai Rp 64,2 miliar selama menjabat Bupati Cirebon pada 2014-2019. Sunjaya juga turut didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan modus menempatkan uang Rp 23,8 miliar di 8 rekening berbeda, membeli aset tanah dan bangunan senilai Rp 34,997 miliar dan membeli kendaraan Rp 2,1 miliar.

Ridwan Kamil Bakal Evaluasi DKM Al Jabbar Tenteng Senjata
Seorang calon DKM Masjid Raya Al Jabbar Kota Bandung berulah, lantaran videonya viral di media sosial. Sosok itu adalah Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sukabumi Ujang Hamdun.

Dalam video itu, Ujang dan tiga orang lainnya berpidato dengan memegang senapan laras lanjang. Videonya pun viral dan telah diketahui Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Saat diwawancarai di Gedung DPRD Jabar, hari ini, Kang Emil, sapaannya, mengaku sangat menyesalkan video yang dibuat Ujang tersebut.

“Mendapat laporan ada peristiwa yang dilakukan Sekum MUI Kabupaten Sukabumi, intinya saya menyesalkan,” kata Emil.

Kang Emil juga baru mengetahui jika Ujang merupakan salah satu pengurus di DKM Masjid Raya Al Jabbar. Menurutnya sebagai seorang tokoh, Ujang harusnya bisa memberikan teladan yang baik.

“Sebagai tokoh dalam kepengurusan majelis ulama harus memberikan sebuah keteladanan yang baik, bahwa ternyata beliau ada di kepengurusan Al Jabbar,” ucapnya.

Dia menjelaskan, pengurus DKM Masjid Raya Al Jabbar berasal dari perwakilan MUI di 27 kabupaten/kota se-Jabar dan ormas Islam. Karena itulah, dengan beredarnya video itu, Emil menegaskan bakal melakukan evaluasi di kepengurusan DKM Masjid Raya Al Jabbar.

“Bahwa ternyata di kemudian hari ditemukan ada hal yang sifatnya tidak baik atau tidak sesuai aturan, tentu bisa dievaluasi kepengurusan di Al Jabbar tersebut,” jelas Emil.

“Masing-masing individu membawa sejarah perilaku dinamika setelah mempunyai jabatan maka. Akan jadi tanggung jawab,” ujarnya.

Sebelumnya, jagat maya dihebohkan dengan sebuah video empat orang pria yang memegang senapan laras panjang dan berpidato. Video itu viral di media sosial Twitter.

Berdasarkan video yang dilihat detikJabar dalam akun @Lek* terlihat satu orang pria menggunakan baju koko putih, jas dan senapan berpidato. Kemudian dua orang memegang senapan laras panjang dan satu orang membawa kitab Iqra.

Sosok pria yang membacakan pidato diketahui membaca potongan surat Al-Anfal ayat 60. Di akhir video yang berdurasi 48 detik itu, pria tersebut mengatakan kata-kata yang dinilai mengandung propaganda.

“Jadilah hamba yang membunuh bukan yang dibunuh. Perangi orang musyrik dimanapun mereka berada. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Takbir,” seru pria tersebut.

Di depan awak media, Ujang Hamdun memberikan klarifikasi atas video viral itu. Awalnya dia menegaskan bahwa dia dan rekan-rekannya merupakan satu NKRI. Ujang juga mengakui, dia menjadi salah satu pembina narapidana teroris.

“Saya bersama rekan-rekan saya, ini ada Kang Anton, Kang Rozak dan David bahwa pertama saya sampaikan dulu secara tegas, saya NKRI dan kegiatan saya bagaimana membina narapidana dan napiter, kemarin baru deklarasi setia kepada NKRI, ikrar kembali setia kepada negara,” kata Ujang Hamdun, Minggu (26/3/2023).

Lebih lanjut, dia juga membantah ada dugaan terafiliasi dengan kelompok teroris tertentu. Menurutnya, video itu dibuat untuk konsumsi pribadinya.

“Saya tentu tidak ada sedikitpun terafiliasi dengan aliran-aliran garis keras, barang tentu kami juga tidak ada sedikitpun niat untuk melawan NKRI atau apapun yang ditunjukan. (Tujuan) konsumsi pribadi artinya untuk internal teman-teman pengajian dan tidak ada tujuan disebarluaskan,” ujarnya.

“Isinya pun dalam pemahaman kami tidak ada provokasi karena kami tidak punya latar belakang dari garis keras atau melawan negara, radikalis, makar, karena latas belakang kami tidak di situ semua,” sambungnya.

Terkait senapan laras panjang yang mereka bawa, Ujang mengatakan, senapan tersebut sudah diserahkan ke Kodim 0607 untuk ditelusuri. Dia juga menuturkan telah mengkonfirmasi video itu kepada pihak TNI dan Polri.

“Kami sudah melakukan silaturahmi, ngobrol bersama (TNI dan Polri), Insyaallah kami tidak ada sedikit pun unsur makar terhadap negara ataupun terafiliasi dengan kelompok tertentu. Senapan sudah diserahkan ke pihak Kodim 0607 untuk bahan pertimbangan mereka, pandangan saya itu senapan angin dan rutinitas kami berburu,” ucap dia.

Terakhir, pihaknya meminta maaf terkait video viral tersebut. “Sekali lagi saya mohon maaf atas video tersebut apabila ada hal-hal yang kurang berkenan di hati masyarakat Republik Indonesia,” pungkasnya.

Anak-anak Bawa Sajam saat Perang Sarung
Aksi perang sarung di wilayah Kabupaten Sukabumi nyaris pecah, beberapa senjata tajam (sajam) berhasil disita, belasan orang diamankan beberapa diantaranya masih berusia di bawah umur. Bentrokan itu berhasil digagalkan kepolisian dan warga.

Dikutip dari detikJabar, tawuran bermodus perang sarung itu terjadi pada Sabtu (25/3) dinihari lalu.

Warga yang curiga melihat adanya beberapa orang yang mencurigakan kemudian melakukan pergerakan. Benar saja, saat dibawa ke kepolisian sejumlah senjata tajam berhasil diamankan.

“Kejadiannya itu Sabtu (25/3) dini hari, saya selesai salat malam Qiyamul Lail mendengar ada yang gaduh-gaduh. Saya langsung beranjak keluar, melihat ada beberapa warga ngejar orang. Sampai anak saya juga ikut ngejar, ternyata mereka yang dikejar mau perang sarung,” tutur Suhendi, warga Kecamatan Cibadak hari ini.

Sementara itu, aksi perang sarung di wilayah Kecamatan Cibadak diketahui kerap terjadi di setiap ramadan. Kepada awak media, Teguh Pramudya Ketua Karang Taruna Kelurahan Cibadak membenarkan hal itu. Kejadian terakhir, para pelaku perang sarung beraksi mulai Jumat (24/3) malam hingga Sabtu (25/3) dini hari.

“Kami mendapat info ada tiga titik kejadian, di (daerah) Karang, Lapang Sekarwangi dan di Gaya Ika. Itu bergantian, beda jam. Kalau dilihat mereka warga mayoritas anak-anak,” kata Teguh.

Menurut Teguh, meskipun dibungkus perang sarung para pelaku yang mayoritas berusia di bawah umur itu kedapatan membawa senjata tajam.

“Berbentuk senjata tajam celurit, pedang, stick golf dan besi dibungkus samping (sarung). Yang diamankan (malam itu) 11 orang. Dari Karang menyisir ke Sekarwangi dan Gaya Ika, awalnya perang samping, lebih kepada senjata tajam, tiap tahun pasti terjadi,” ujarnya.

Sementara itu, dalam keterangan yang diperoleh detikJabar Kapolres Sukabumi AKBP Maruly Pardede membenarkan aksi perang sarung yang berhasil digagalkan kepolisian dan warga. Maruly menegaskan, antisipasi sudah dilakukan pihaknya bahkan sejak menjelang Ramadan.

“Sebelum bulan puasa berbagai tokoh masyarakat dan agama di Sukabumi, telah mengeluarkan himbauan kepada masyarakat salah satunya larangan kegiatan yang tidak sesuai tujuan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan seperti perang sarung atau tawuran. Maka tugas Polisi menegakkan aturan guna menjaga situasi Kamtibmas yang sudah kondusif sesuai harapan dari berbagai elemen masyarakat termasuk para tokoh masyarakat dan agama,” kata AKBP Maruly Pardede melalui tim liputan Humas Polres Sukabumi.

Maruly menegaskan, pihaknya akan menindak tegas para pelaku perang sarung atau tawuran, apabila tetap melakukan kegiatan.yang sangat menggangu ketertiban umum dan kenyamanan masyarakat.

“Saya sudah perintahkan seluruh Kapolsek untuk melakukan patroli pada jam-jam rawan terjadinya perang sarung dan tawuran di wilayahnya masing-masing,” jelasnya lagi.

Terkait perang sarung yang nyaris terjadi di Cibadak, Maruly menyebutkan terdapat tujuh orang pelaku perang sarung yang sempat diamankan. Lima diantaranya diamankan di sekitar Blok Ruko Gaya Ika, dua lainnya di Kampung Karangtengah.

Lima orang yang diamankan di Blok Ruko Gaya Ika yakni NB (19), FA (18) dan lainnya masih berusia 15 tahun, 14 tahun dan 16 tahun. Lalu di di Kampung Karangtengah, polisi mengamankan GR (18) dan remaja berusia 18 tahun.(Nino/Ade Suhendi/Dadan)

By Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *