DJABARPOS.COM, Garut – Sebanyak 2.885 PNS akan diserahkan untuk bertugas di Kabupaten Garut Utara. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Garut juga akan menyerahkan wilayah calon daerah persiapan, memberikan sarana dan prasarana berupa aset pemerintahan sejak wacana pemekaran wilayah Garut Utara sudah digaungkan.

Bahkan sudah lama pula pemekaran Garut Utara disetujui Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat. Permasalahan sehingga Pembentukan Daerah Otonomi Baru Kabupaten Garut Utara dilakukan, yaitu masyarakat kesulitan dalam mengakses pelayanan publik.

Sebagai salah satu contoh, warga yang ada di Kecamatan Malangbong lebih dekat ke Tasikmalaya ketika ingin ke rumah sakit untuk berobat dibandingkan ke Garut (Induk).

Ada 11 kecamatan yang akan bergabung dengan Kabupaten Garut Utara ini, ke-11 kecamatan tersebut yakni, Selaawi, Blubur Limbangan, Malangbong, Kersamanah, Cibiuk, Cibatu, Kadungora, Leuwigoong, Sukawening, Karangtengah, dan Leles.

Rencananya ibu kota Kabupaten akan berada di Kecamatan Cibiuk. Alasanya, adanya ketimpangan kondisi sosial ekonomi daerah yang berada dekat dengan pusat pemerintah dan daerah yang jauh dari pusat pemerintahan, dan lemahnya daya saing daerah diakibatkan ketidakefektifan pemerintah daerah dalam menjangkau wilayah-wilayah yang relatif jauh, dan tersebar penduduknya.

Warga Garut Utara bersikeras untuk memisahkan diri dari Kabupaten Induk, bahkan Rudy Gunawan dikala masih menjabat Bupati Garut hingga kini sudah lengser mendukung rencana berdirinya daerah otonom baru (DOB) Kabupaten Garut Utara di Jawa Barat, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan mempercepat pemerataan pembangunan di wilayah itu.

Wilayah pemerintah untuk DOB Garut Utara itu terdiri dari 116 desa dengan sebelas kecamatan yaitu Limbangan, Cibatu, Kadungora, Karangtengah, Kersamanah, Leles, Leuwigoong, Malangbong, Selaawi, Sukawening, dan Cibiuk. Adapun strategi pengembangan wilayah yang dapat dilakukan yaitu dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada di wilayah Garut Utara seperti potensi wisata, pertanian, infrastruktur, dan mengoptimalkan pengelolaan sumber daya yang ada.

Maka dari itu, tidak terlepas peran penyelenggara daerah persiapan nantinya dalam merumuskan dan menerapkan desain tata kelola yang tepat guna agar pengembangan daerah persiapan Kabupaten Garut Utara dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan akses pelayanan publik.

Paguyuban Garut Utara Desak Pemerintah Cabut Moratorium Aspirasi sebagian masyarakat Garut Utara antara lain disuarakan melalui Paguyuban Masyarakat Garut Utara (PM GATRA) yang berdiri sejak 2011 menjadi pemrakarsa agar terwujudnya kabupaten Garut Utara.

Sekitar November 2021 lalu perwakilan Paguyuban Masyarakat Garut Utara (PM GATRA) sudah secara langsung menyampaikan aspirasinya melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat, dan mendapat respons yang baik. Sementara itu, Paguyuban Masyarakat Garut Utara (PM Gatra) menggelar diskusi untuk membahas kesiapan dan persiapan pemekaran wilayah Kabupaten Garut Utara menjadi Daerah Otonomi Baru (DOB).

Ketua Umum PM Gatra, Holil Aksan Umarzen, mengungkapkan bahwa hasil kajian Feasibility Study (FS) yang dilakukan oleh Universitas Padjadjaran (UNPAD) menunjukkan bahwa Garut Utara layak untuk dimekarkan menjadi DOB.

Dengan nilai kelayakan mencapai 387, Holil menekankan bahwa sudah saatnya untuk mengajukan permintaan kepada pemerintah pusat untuk mencabut moratorium pemekaran daerah.

“Hasil kajian menunjukkan bahwa Garut Utara memiliki potensi untuk berkembang dengan pembentukan DOB. Kami meminta Presiden Prabowo Subianto untuk segera mencabut moratorium pemekaran agar aspirasi masyarakat dapat segera terwujud,” kata Holil.

Ketua 3 PM Gatra, Aep Saepudin, menambahkan bahwa pihaknya meminta agar pemerintah bersikap adil dalam proses pembentukan DOB di seluruh Indonesia. Ia menyoroti ketimpangan perlakuan antara provinsi di Jawa Barat dengan daerah lainnya, seperti Papua dan Sulawesi, yang sudah mendapatkan persetujuan pemekaran.

“Kenapa di Papua dan Sulawesi bisa ada pemekaran, sementara di Jawa Barat selalu ada alasan moratorium? Kami berharap ada keadilan dalam proses ini,” ungkap Aep.
(**)

By Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *