Mengenai komposisi kepengurusan YAPASA dapat dikatakan 80% dipegang oleh keluarga kecuali dua orang yaitu Raden Martadiprawira dan Raden Soenarja Koesoemah tidak jelas hubungan kekerabatannya. Jadi jelas disini bahwa YAPASA adalah Yayasan keluarga pribadi keturunan Raden Kadir Soemawilaga bukan Yayasan para wargi selutuh keturunan leluhur pangeran Sumedang. Namun dalam akte Pendirian YAPASA disebutkan – Bahwa para penghadap, dan orang-orang yang diwakili itu, sungguhpun mereka sebagai ahli warius kanjeng Pangeran Aria Soeria Atmadja tersebut, tak berhasrat memiliki dan mem bagi-bagikan barang itu, akan tetapi ingin melaksanakan maksud dan cita-cita Pangeran Soeria Atmadja
Tidak berapa lama kemudian timbul reaksi dari para keluarga keturunan Pangeran Sumedang baik dari Garwa Padmi lainnya serta Garwa Selir yang merasa juga memiliki hak untuk mengelola dan menikmati pengelolaan perwakafan karena konon pengurus YAPASA hanya mementingkan internal keluarganya saja. Kemudian terjadi persengkatan pengelolaan wakaf sampai berbuntut kepengadilan yang di motori oleh Raden Adipati Aria Makmoen Soeria Danoe Ningrat mantan Bupati Sukabumi yang dikenal dengan gelar Dalem Gelung Bersama Raden Adipati Aria Soeria Djanegara membawa YAPASA digugat di pengadilan negeri Sumedang dan akhirnya keluarlah CATATAN PERDAMAIAN No. 29 tahun 1953 tertanggal 9 Pebruari 1953 yang dalam catatannya termasuk membekukan kegiatan YAPASA.
Dari hasil Perdamaian ini melahirkan berdirinya Yayasan Pangeran Sumedang (YPS) yang disahkan oleh notaris Tan Eng Kiam dengan akte Pendirian dan anggaran dasar No. 98 tanggal 21 April 1955. Kemudian dibentuk kepengurusan Yayasan Pangeran Sumedang yang dipilih dan diambil ornag-orangnya dari kedua belah pihak yang bertikai di Pengadilan untuk menjalankan Yayasan dan mengelola wakaf PASA beserta peninggalan lainnya. Ini contoh bentuk kawargian yang mulya sekali yang patut dijadikan contoh bagi para keturunannya. Namun dalam perjalanannya keluarga keturunan Raden Kadir Soemawilaga terutama yang pernah berada di YAPASA terus mendominasi jajaran pengurus Yayasan Pangeran Sumedang sehingga keadaan didalam internal organisasi sering terjadi pergesekan.
Didalam Akta Pendirian dan anggaran dasar YAPASA maupun YPS tidak ada keterangan mengenai kedudukan dan peran Bupati Sumedang, dan lebih menekankan kepada peran wargi/ keluarga trah ketrurunan leluhur Sumedanglarang sehingga otomatis nazhir wakafnyapun adalah para wargi pengurus Yayasan itu sendiri.
Yayasan terus berjalan sampai kemudian Raden O. Natakoesumah mengeluarkan surat yang menyebabkan kekisruhan dalam perwakafan. Suratnya mengatakan bahwa yang dimaksud Bupati adalah yang diangkat oleh pemerintah Hindia Belanda, maka wakaf itu harus dianggap gugur dan barang-barangnya harus dibagikan kepada ahli waris.