Pernyataan ini menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda, ada yang menganggap bahwa Bupati adalah panggede yang harus menjadi nazhir dan ketentuan tersebut tetap berlaku setelah Indonesia merdeka, ada yang menafsirkan juga bahwa setelah menjadi Republik Indonesia maka Bupati bukanlah Nazhir karena tidak ada kaitan keluarga dan ada juga yang menganggap bahwa waris sama dengan wakaf sehingga menimbulkan masalah besar tanpa mendalami wasiat atau Ikrar wakaf Pangeran Mekah. Jelas banyak yang tidak paham Hukum Islam dan mencernanya dengan hati serta pikiran yang jernih !

Pada tahun 1960 Republik Indonesia mengeluarkan undang-undang No, 5 tahun 1960 mengenai pokok agraria yang dikenal dengan istilah undang-undang landreform yang mengatur dan menertibkan tanah. Untuk menjaga keamaanan tanah wakaf lalu di bentuklah pada tanggal 8 April 1962 sebuah kepanitiaan yang diberi nama PENGURUS WAKAF SUMEDANG. Ketuanya Raden O. Natakoesoemah, Sekertaris Raden S. Natawijogya, Bendahara Raden O. Soeriakoesoemah dan Komisaris raden Gandhi Mohammad Soeria Danoe Ningrat. Tugasnya adalah mendata tanah-tanah wakaf untuk mengamankannya dari penerapan undang-undang nomor 5 tahun 1960 yang digerakan oleh partai Komunis.

Namun dalam perjalanannya terjadi konflik internal karena adanya perbedaan pendapat mengenai Bupati adalah Nazhir wakif dan Bupatin bukanlah Nazhir wakaf. Dan Raden O. Natakoesoemah berprinsip bahwa Bupati adalah Nazhir wakaf sehingga terjadilah keributan. Lalu soal tanah dikembalikan lagi kepada Yayasan Pangeran Sumedang. Pada tahun 1974 atas saran para wargi dan pemerintah kepada YPS agar benda-benda peninggalan dapat dibuka dan dilihat oleh masyarakat.

Dengan melalui pembahasan dan seminar sejarah maka Museum yang tadinya bernama Museum YPS pada tanggal 13 Maret 1974 disepakati berganti nama menjadi Museum Prabu Geusan Ulun yang pengelolaannya tetap dilakukan oleh Yayasan Pangeran Sumedang (YPS). Jadi Yayasan Pangeran Sumedang (YPS) adalah Yayasan yang sah dan satu-satunya sebagai pengelola wakaf serta peninggalan lainnya termasuk Museum Prabu Geusan Ulun sampai dengan saat ini. (Red)

By Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *