DJABARPOS.COM, Cimahi – Harapan akan relokasi yang layak bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan Pasar Antri Baru justru menimbulkan kekhawatiran baru.

Rencana Pemerintah Kota Cimahi untuk membangun fasilitas bernama Teras Sriwijaya di atas aliran Sungai Cimahi menuai pro dan kontra, khususnya dari kalangan warga dan pengamat kebijakan publik.

Sejumlah pedagang yang selama ini mencari nafkah di kawasan tersebut menyambut baik niat relokasi, namun menaruh curiga terhadap tempat yang dipilih.

“Kalau tempatnya aman dan legal, kami dukung. Tapi kalau malah menambah masalah, kami juga yang nanti susah,” ujar Yani (47), seorang pedagang sayur yang telah berjualan sejak tahun 2008.

Keresahan warga juga diangkat oleh Lembaga Swadaya Masyarakat KOMPAS (Koordinat Masyarakat Pejuang Aspirasi), yang menyebut pembangunan di atas sungai berisiko melanggar regulasi dan mengabaikan dampak sosial.

Fajar Budhi Wibowo, salah satu analis kebijakan publik dari lembaga tersebut, menyampaikan bahwa pendekatan yang terburu-buru dan tanpa pelibatan warga hanya akan melahirkan konflik baru.

Kami tidak menolak penataan kota.

Tapi mari bicara soal bagaimana prosesnya dilakukan : apakah masyarakat dilibatkan? Apakah sudah dikaji dampaknya bagi lingkungan dan keseharian warga?” ujarnya.

Kawasan Sungai Cimahi dikenal sebagai wilayah yang rentan banjir saat musim hujan.

Selain itu, lahan yang direncanakan sebagian besar berada dalam kawasan milik institusi negara lain.

“Kalau nanti kena banjir, atau bermasalah secara hukum, yang dirugikan bukan hanya pemerintah, tapi pedagang dan warga sekitar juga,” tambah Fajar.

Masyarakat juga mempertanyakan transparansi proyek.

Hingga kini, informasi mengenai kajian lingkungan dan perencanaan detail belum pernah dipublikasikan secara terbuka.

“Kalau memang untuk rakyat, kenapa tidak diajak bicara sejak awal?” ungkap Ujang (52), tokoh masyarakat setempat.

Melalui pernyataan resmi, LSM KOMPAS menyatakan akan mendorong dialog publik dan meminta kejelasan dari pemerintah kota.

Mereka berharap rencana relokasi bisa dilakukan tanpa mengorbankan prinsip keadilan, keselamatan, dan partisipasi warga.

“Pembangunan yang baik bukan yang cepat, tapi yang melibatkan semua. Jangan bangun Teras Sriwijaya di atas masalah baru,” pungkas Fajar. (Arsy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *