DJABARPOS.COM, Bandung – Sebuah video yang memperlihatkan aksi nekat debt collector menghadang kendaraan yang dikendarai anggota TNI berseragam mendadak viral di media sosial. Dalam video tersebut, sekelompok debt collector menuduh mobil yang dikendarai aparat tersebut sebagai kendaraan bodong dan berusaha mengambilnya secara paksa.
Aksi ini memicu kemarahan publik karena menunjukkan betapa beraninya debt collector bertindak di luar kewenangannya. Bahkan, mereka seolah-olah menuduh aparat negara menggunakan kendaraan ilegal—tuduhan yang sangat serius dan bisa dianggap sebagai penghinaan terhadap institusi TNI.
Debt Collector Makin Berani, Siapa yang Membekingi ?
Video yang beredar luas ini menambah daftar panjang aksi debt collector yang bertindak semena-mena di jalanan. Fenomena semakin beraninya mereka beraksi, bahkan terhadap aparat negara, memunculkan pertanyaan besar:
Siapa yang memberi mereka keberanian sebesar ini ?
Apakah ada oknum yang membekingi mereka ?
Mengapa mereka bisa bertindak seolah memiliki kewenangan hukum ?
Bukan rahasia lagi bahwa debt collector sering kali beroperasi dengan dukungan dari pihak tertentu. Dengan berbagai koneksi di balik layar, mereka merasa kebal hukum dan bisa bertindak sesuka hati tanpa takut konsekuensi.
Pemeriksaan Kendaraan TNI Hanya Wewenang Polisi Militer
Yang lebih ironis, dalam kasus ini debt collector bertindak seolah-olah mereka memiliki kewenangan untuk memeriksa kendaraan yang digunakan oleh aparat TNI. Padahal, sesuai aturan yang berlaku, satu-satunya institusi yang berhak memeriksa dan menindak kendaraan yang digunakan anggota TNI adalah Polisi Militer (POM TNI).
Debt collector tidak memiliki dasar hukum untuk melakukan pemeriksaan atau menyita kendaraan milik anggota TNI, apalagi dengan tuduhan mobil bodong. Jika memang ada dugaan pelanggaran terkait kendaraan yang digunakan oleh anggota TNI, prosedurnya harus melalui Polisi Militer, bukan oleh kelompok swasta yang bertindak di luar hukum.
Debt Collector Tidak Berhak Tarik Kendaraan Sepihak
Berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia, penarikan kendaraan harus dilakukan dengan persetujuan pemilik atau melalui proses hukum yang sah. Debt collector tidak memiliki kewenangan untuk menarik kendaraan secara sepihak di jalanan, apalagi dengan cara intimidatif.
Namun, dalam video viral ini, debt collector justru bertindak seolah-olah mereka memiliki kuasa hukum atas kendaraan yang dikendarai oleh anggota TNI. Alih-alih mengikuti prosedur yang benar, mereka justru melakukan konfrontasi langsung di jalan.
Pelanggaran Hukum yang Harus Ditindak
Aksi debt collector dalam video viral ini bisa dijerat dengan berbagai pasal hukum, antara lain :
Pasal 368 KUHP – Pemerasan dengan ancaman kekerasan atau intimidasi.
Pasal 335 KUHP – Perbuatan tidak menyenangkan yang mengarah pada intimidasi.
Pasal 310 dan 311 KUHP – Pencemaran nama baik jika tuduhan mobil bodong terbukti tidak berdasar.
Jika ada unsur kekerasan dalam aksi tersebut, debt collector juga bisa dijerat dengan pasal penganiayaan sesuai KUHP.
Saatnya Aparat Bertindak Tegas
Video ini harus menjadi peringatan bagi aparat penegak hukum untuk segera menertibkan praktik ilegal debt collector yang semakin meresahkan. Jika tidak ditindak tegas, bukan tidak mungkin mereka akan semakin merasa kebal hukum dan bertindak lebih jauh, bahkan terhadap aparat negara sekalipun.
Masyarakat juga perlu lebih sadar akan hak-hak mereka. Tidak ada dasar hukum yang memberikan kewenangan kepada debt collector untuk menarik kendaraan secara paksa di jalanan. Semua harus dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Aksi viral mereka yang menuduh anggota TNI menggunakan mobil bodong bukan hanya mencoreng nama baik aparat negara, tetapi juga menunjukkan bahwa mereka telah bertindak di luar batas hukum. Jika dibiarkan, kejadian serupa bisa terus berulang dan semakin meresahkan masyarakat. (Arsy)